Dia kembali, kembali Datang pada batas malam dan pagi. Terasa seperti daun yang jatuh dan mati. Hei!! Berhenti janganlah kembali! Kau itu masa lalu, sisa-sisa buangan waktu. Tolong jangan kembali, kalau kau kembali, pasti aku jadi mumi. Menjadi orang yang tak mau mengerti arti, terasa seperti rumput yang kau injaki. Aku lalai, Kau kembali Aku sendiri sepi. Tak mengerti Jumat, 08 Maret 2013.
"Kenapa jalannya belok terus sih?" "lha gimana lagi, memang mau nabrak!!" "Matamu, sudah jelas jalannya lurus bisa, kamunya saja yang gak mau usaha." "Kenapa nyalahin aku, kenapa kamu juga ngak mikir!!!" Malam sudah melarutkan kopi dengan garang. Mengalunkan keindahan nada alam dengan tenang. Masih bermainkah dengan dengan logika disaat genting seperti ini. Apa kamu juga akan ikhlas liat rumahmu terbakar? Sumpah, kamu mikir sekali lagi bisa ngak. Gila, stres semuanya. Kemarin malam jalannya sudah di tutup. Kebun belakang rumahnya ramai oleh semburat api. Tumben Pak Lurah hanya diam dan merenung di bawah pohon melinjo itu. Padahal biasanya Dia yang paling sibuk kalau ada masalah. Tapi Dia Diam. Sesekali senyumnya melengking sinis. Senyum bibirnya mengayun berat. Seberat pikiran yang menindih kepalanya yang selalu trjerat pukat. "Ada selendang bermain di leherku, tinggal ku ikat di batang pohon ini. Semuanya selesai."