BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Hampir semua bidang ilmu yang ada termasuk ilmu bahasa (linguistik)
mengikuti perkembangan mengikuti waktu yang terus berjalan tanpa henti. Hanya
saja ada bidang ilmu tertentu yang perkembangannya sangat pesat, seperti
teknologi elektronika dan komputer, dan ada juga bidang ilmu lain yang
perkembangannya lebih lambat. Ilmu bahasa termasuk salah satu cabang ilmu
humaniora yang perkembangannya agak
lambat.
Perkembangan ilmu bahasa ini memberikan manfaat sekaligus tantangan
bagi para pengajar bahasa dan para mahasiswa bahasa.Bagi para pengajar bahasa,
perkembangan ilmu bahasa memberikan wawasan yang semakin luas tentang teori,
aspek dan hakikat bahasa. Dengan demikian, semakin dalamnya pemahaman para
pengajar bahasa tentang bermacam-macam teori ilmu bahasa, semakin terbuka
wawasan dan pengertiannya tentang aspek dan hakikat bahasa termasuk proses
pemerolehan bahasa, pembelajaran bahasa, dan bagaimana cara pengajaran bahasa
yang relative paling cocok diterapkan dengan tujuan pengajaran, jenis dan
jumlah peserta didik.
Disamping itu, dengan semakin berkembangnya ilmu bahasa, para guru
bahasa juga harus mengikuti perkembangannya kalau tidak mau ketinggalan
dibidangnya sendiri. Hal ini tidak mudah karena menuntut motivasi dan kesadaran
yang tinggi dari pihak para pengajar untuk dapat memahami perkembangan ilmu
bahasa tersebut. Kalau para pengajar sendiri tidak mengikuti perkembangan ilmu
bahasa dengan baik, bagaimana nantinya bisa diharapkan mahasiswa yang mampu
memahami bahasa dengan baik, apalagi kalau dikaitkan dengan cara pengajarannya
untuk mencapai tujuan instruksional. Selain itu mahasiswa, pengajar bahasa, dan
masyarakat pada umumnya juga harus bisa menuturkan bahasa dengan baik sesuai
dengan fungsi konvensional bahasa
Fungsi konvensional bahasa indonesia mengalami pasang surut dari
waktu ke waktu. Pada masa beberapa tahun sebelum kemerdekaan, ada gairah
nasionalisme yang membingkai dan memompa semangat berbahasa Indonesia sembari mencari
proses-proses pembakuan. Pemilik bahasa Indonesia disadari sebagai
identitas bangsa yang membungkus rasa nasionalismesecara bersama, ditengah
gejolak revolusi daerah-daerah karena beberapa perseteruan internal dan
eksternal politik.
Pada waktu itu, berbagai gejolak politik berujung pada tahun 1965,
dan Indonesia
memasuki satu periode baru di bawah pemerintahan Orde Baru. Boleh di kata,
hingga tahun 1980-an, Bahasa Indonesia (masih) memegang peranan penting bagi berbagai bentuk komunikasi
social. Bahkan, sejumlah tulisn pada waktu itu mengkhawatirkan jika bahasa
Indonesia menekan dan menyingkirkan bahasa daerah seperti terlihat pada tulisan
Umar Kayam (1997) dan dalam sebuah tulisan di Kompas tahun 1987.
Akan tetapi, setelah memasuki tahun 1990-an, bahasa Indonesia
semakin mengalami penyempitan fungsi konvensionalnya, dikurung oleh berbagai
bahasa lain, terutama bahasa Inggris ataupun bahasa asing lainnya dan bahasa
daerah asal. Artinya, terjadi berbagai hal yang berbeda atau bahkan bertentangan
tentang fungsi konvensional bahasa Indonesia dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya.
Di sisi lain, fungsi konvensional bahasa (verbal) juga mengalami
“keterbatasan waktu” bersaing dengan bahasa visual (dan audio visual). Banyak
proses komunikasi, dalam dunia yang semakin cepat, bahasa visual (dan audio
visual) menggantikan fungsi konvensional bahasa verbal, termasuk dalam hal ini
fungsi konvensional bahasa verbal bahasa Indonesia. Sejumlah pengamat mengatakan
bahwa dunia memasuki era visual.
- Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah diatas,
penulis mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
·
Bagaimana perkembangan ilmu
bahasa
·
Apa
yang menyebabkan lemahnya bangsa indonesia menggunakan bahasa indonesia yang
baik dan benar.
- Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dari
penyusunan makalah ini adalah:
·
Memahami
perkembangan ilmu bahasa
·
Memahami
tentang penyebabkan lemahnya bangsa indonesia menggunakan bahasa indonesia yang
baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
1.
Perkembangan
Ilmu Bahasa
Perkembangan ilmu bahasa dapat ditinjau dari empat segi (Wahab, 1999),
yakni (1) aliran linguistik (2) aspek linguistik (3) pendekatan linguistik (4)
cabang linguistik.
a)
Aliran
Linguistik
Ada beberapa aliran yang terkenal sampai saat
ini, antara lain, aliran sebelum abad ke-20, aliran Sausure, aliran Deskriptif,
Aliran Sapir-Whorfian, Aliran linguistik fungsional, dan aliran gramatika
transformasi generatif.
Timbulnya berbagai aliran ini mempengaruhi
perkembangan ilmu bahasa itu sendiri. Sebelum abad ke-20 kajian linguistik
sudah ada, tetapi belum memiliki paradigma sendiri masih mengikuti paradigma
keilmuan lain seperti ilmu biologi dengan pikiran-pikiran Charles Darwin.
Pada abad 20 muncullah Ferdinand de Saussure
yang akhirnya terkenal sebagai linguis dikawasan Eropa. Aliran Sapir Whorfian
yang dipromotori oleh sapir dan Worf. Meskipun masih menganut paham deskriptif,
mereka mengaitkan bahasa dengan kenyataan.
Setelah itu, timbullah aliran baru yang tidak
puas dengan pikiran para kaum deskriptif strukturalyang hanya mengkaji bahasa
dari fenomena luar bahasa saja. Aliran baru ini diprkarsai oleh Chomsky, yang
menurutnya bahasa tidak hanya memiliki struktural luar saja melainkan juga
memiliki unsur struktural batin. Pemikiran ini tidak lepas dari kritik atas
kelemahan teorinya terutama dalam segi penerapannya untuk bidang pengajaran.
Aliran selanjutnya yang memperbaiki pemikiran Chomsky tetapi masih menerapkan,
membahas dan menganalisis suatu bahasa dengan cara Chomsky, aliran ini adalah
aliran gramatika transformasi generatif.
b) Aspek Linguistik
Aspek-aspek linguistik, fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik, bersifat universal, karena tidak ada satu bahasa pun
didunia ini yang tidak memiliki aspek-aspek tersebut. Perkembangan dan kajian
linguistik tidak dapat terlepas dari pengkajian aspek-aspek linguistik
tersebut, apakah itu aliran deskriptif, Chomsky ataupun yang lainnya.
c) Pendekatan Linguistik
Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan yang
digunakan dalam pendekatan yang menganalisis fenomena kebahasaan. Pendekatan
ini terdiri dari pendekatan tradisional yaitu pendekatan yang dipengaruhi oleh
model Yunani dan Romawi kuno, seperti pikiran Plato dan Aristoteles. Pendekatan
struktural dipengaruhi oleh kaum deskriptivis seperti Bloomfield. Pendekatan
generatif transformatif dipengaruhi oleh
pemikiran Chomsky.
d) Cabang Linguistik
Perkembangan dan kajian linguistik dapat juga
dilihat dari segi cabang-cabangnya, seperti linguistik umum, linguistik
terapan, sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik, neurolinguistik,
pragmatik dan analisis wacana.
2. Bahasa dan Masa Depan Bangsa
Dengan dijelaskannya sejarah ilmu bahasa diatas
diharapkan bisa menggugah jiwa bangsa Indonesia agar bisa bangga dengan bahasa
nasional kita. Tetapi dalam kenyataannya banyak masyarakat yang seakan-akan
menomer duakan bahasa indonesia ditanah air ini. Terdapat beberapa faktor yang
bisa menyebabkan lemahnya semangat
masyarakat Indonesia berbahasa Indonesia, apalagi jika itu dikaitkan dengan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini terjadi salah satunya karena ada
kaitannya dengan potensi-potensi ynag terjadi di Indonesia, terutama dalam
kaitannya dengan kinerja masyarakat Indonesia dalam hal bernegara dan secara
langsung berhubungan dengan kinerja dan identitas kebangsaan.
Ada tiga hal yang berpengaruh terhadap satu hal
lain dalam kaitan pemaknaan fungsi konvensional bahasa dalam kaitannya dengan
makna kebangsaan. Ketiga hal tersebut terkondisi untuk selalu bernegosiasi dan
saling menentukan antara satu hal dengan hal lain. Ketiga hal tersebut adalah:
· Pertama, kalau negara memiliki kinerja,
perfomansi, dan eksistensi yang bagus, baik di mata masyarakat nasional maupun
internasional, maka masyarakat akan memiliki kebanggaan sebagai bangsa
Indonesia. Kalau sudah memiliki rasa kebanggaan ini maka akan diikuti dengan
tindakan bangga akan identitas yang dimiliki bangsa Indonesia, contohnya bangga
terhadap bahasa dan praktik bahasa dengan baik dan benar karena merasa bangga
telah memiliki identitas yakni suatu
bahasa.
Padahal, kenyataanya
adalah kinerja negara tidak memperlihatkan kemampuan yang membuat masyarakat
Indonesia bangga. Indikasi dari lemahnya kinerja negara terlihat dari berbagai
konflik kerusuhan yang terjadi di sana sini, banyaknya penganguran dan
kemiskinan yang lekas teratasi. Banyaknya kasus pelanggaran HAM dan korupsi
yang semakin banyak dan semakin tak teratasi.
- Kedua, yaitu musim kewacanaan yang aktual atau sedang dominan. Musim kewacanaan ini terbagi atas tiga lapis, lapis global, lapis nasional, dan lapis lokal. Lapis global mempengaruhi lapis nasional, dan lapis naional mempengaruhi lapis lokal. Musim telah berjalan cukup panjang yang aktual dan dominan saat ini lebih berbau modern dan maju. Hal ini bisa dilihat dalam simbol-simbol bahasa dan gaya hidup sehari-hari. Modern ini lebih identik pula dengan negara-negara maju seperti Amerika.
Dalam situasi seperti
ini, kekuatan paradigma ekonomi lebih menguasai dibanding dengan paradigma
lainnya. Hal ini menyebabkan bahasa Indonesia “tidak begitu berarti.” Bahasa
Indonesia tidak lebih dari hafalan para pelajar untuk syarat uji kelulusan.
Pada masyarakat pada umumnya, bahasa Indonesia tidak lebih memperlihatkan cinta
bahasa Indonesia atau cinta Indonesia. Bahasa Indonesia tidak lebih menjadi
ritus formalitas untuk tetap dianggap sebagai waarga Indonesia.
- Ketiga, akomodasi dan resistensi budaya lokal perlu diperhitungkan dalam merevitalisasi fungsi konvensional bahasa Indonesia. Pada tingkat teknis dan resmi, sangat mungkin bahasa Indonesia bisa diakomodasi oleh daerah karena secara historis telah terjadi kesepakatan nasional untuk menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi, dalam praktik sehari-hari masyarakat daerah tidak hanya dibesarkan dalam bahasa Indonesia, tetapi justru bahasa lokalnya. Dalam beberapa hal bahasa lokal lebih terasa emosional, ekspresif dan kultural daripada bahasa Indonesia.
Negara tidak mampu memberi kebangaan
beridentitas Indonesia dan sekaligus terdapat resistensi bahwa bahasa Indonesia
seolah menjajah bahasa daerah. Akan tetapi, hal yang lebih penting dibalik itu
adalah soal kenyamanan bridentitas dan berbahasa. Proses historis berbudaya
masing-masing daerah menyebabkan masyarakat lebih nyaman berbahasa lokalnya
masing-masing. Dengan bahasa lokalnya tersebut mereka merasa lebih pasti menjadi
orang Jawa, orang Minang, orang Dayak, atau orang Bali, daripada menjadi orang
Indonesia.
Ketiga hal tersebut
berpengaruh dalam satu hal, yakni kondisi sosial tempat praktik berbahasa.
Artinya, memang tidak setiap lokasi sosial praktik berbahasa Indonesia, dengan
kompleksitas masalahnya, memperlihatkan situasi dan kondisi yang sama.
Selain tiga hal diatas
juga mengapa bangsa Indonesia memiliki masalah tentang berbahasa Indonesia yang
baik dan benar juga disebabkan kegagalan pengajaran bahasa Indonesia ditingkat
SD hingga SLTA bahkan di PT. Hal ini diungkapkan oleh panitia konferensi
Internasional “Pengajaran Bahasa Indonesia dalam Perspektif Pergaulan” PIBSI
XXVIII tahun 2006.
Tetapi ada sebagian
guru yang merasa nyaman dengan tuduhan diatas, jika dikatakan semua kegagalan
pengajaran ditumpukan pada guru yang bersangkutan, mengingat banyak variabel
atau faktor lain yang menjadi penyebab berhasil atau tidaknya pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia. Menurut abd. Rahman Getteng (2009), guru, dalam
proses pembelajaran, memiliki peran yang sangat penting. Bagaimanapun hebatnya
kemajuan sains dan teknologi, peran guru akan tetap diperlukan.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
- Kesimpulan
Bahasa adalah ilmu yang selalu berkembang. Akan
tetapi ilmu yang termasuk ilmu humaniora ini perkembangannya terhitung lebih
lambat.
Pada sejarah singkat tentang linguistik umum
memiliki tiga garis besar dalam hal aliran linguistik yakni linguistik
tradisional, linguistik strukturalis, dan linguistik transformasi. Dalam aspek linguistik
terdapat empat aspek yang bersifat universal yaitu aspek fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Pada pendekatan linguistik memiliki tiga aspek yang
memberi pemasukan untuk pendekatan linguistik di setiap jamannya yaitu
pendekatan tradisional, pendekatan struktural, dan pendekatan generatif
transformasional. Cabang linguistik yaitu linguistik umum, linguistik terapan,
sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik, neurolinguistik,
pragmatik, dan analisis wacana.
Ada tiga hal yang berpengaruh terhadap satu hal
lain dalam kaitan pemaknaan fungsi konvensional bahasa dalam kaitannya dengan
makna kebangsaan. Ketiga hal tersebut terkondisi untuk selalu bernegosiasi dan
saling menentukan antara satu hal dengan hal lain. Ketiga hal tersebut yaitu
pertama, kinerja, performansi, dan eksistansi yang kurang baik dimata
masyarakat nasional maupun masyarakat internasional. Kedua, kewacanaan yang
aktual atau sedang dominan. Ketiga, akomodasi dan resistensi budaya lokal perlu
diperhitungkan dalam merevitalisasi fungsi konvensional bahasa Indonesia.
Selain tiga hal diatas juga mengapa bangsa
Indonesia memiliki masalah tentang berbahasa Indonesia yang baik dan benar juga
disebabkan kegagalan pengajaran bahasa Indonesia ditingkat SD hingga SLTA
bahkan di PT. Hal ini diungkapkan oleh panitia konferensi Internasional
“Pengajaran Bahasa Indonesia dalam Perspektif Pergaulan” PIBSI XXVIII tahun
2006.
- Saran
Kesalahan dalam pembelajaran tidak sepenuhnya
milik seorang guru atau pengajar bahasa. Karena memang banyak variabel lain
yang menyebabkan kegagalan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Alasan lain kenapa guru menolak karena guru
juga seharusnya memiliki kompetensi seperti yang diungkapkan oleh Wina Sanjaya
(2008), “Bahwa guru sebagai jabatan profesional diharapkan bekerja melaksanakan
fungsi dan tujuan sekolah. Dan harus memiliki kompetensi-kompetensi yang
ditetapkan dalam undang-undang.”
Kompetensi-kompetensi tersebut meliputi:
a. Kompetensi Pedagogik, merupakan
kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik
b. Kompetensi Kepribadian
c. Kompetensi Sosial, merupakan kemampuan
guru sebagai bagian dari masyarakat.
d. Kompetensi Profesional, merupakan
kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul.
1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT
RINEKA CIPTA.
Getteng, Rahma
ABD. 2009. Menuju Guru Profesional dan
Ber-Etika.Yogyakarta: Grha Guru.
Ihsan,
Diemroh. 2000. Perkembangan Ilmu Bahasa dan Implikasinya terhadap Pengajaran
Bahasa. Jurnal Bahasa dan Sastra, 2:
91-101.
Salam, Aprinus.
2010. Bahasa Indonesia, Perubahan Sosial, dan Masa Depan Bangsa. Humaniora, 22: 266-272.
Satoto,
Soediro. 2006. Profil dan Profesionalisme Guru Bahasa dan Sastra Indonesia yang
Ideal Dalam Perspektif Pergaulan Antarbangsa. Disajikan dalam forum Konferensi Internasional “Pengajaran Bahasa
Indonesia dalam Perspektif Pergaulan Antarbangsa, tanggal 02-04 Juli di
IKIP PGRI Semarang.
Komentar
Posting Komentar