Langsung ke konten utama

ANALISIS FEMINISME NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU


BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada hakitanya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen, novel, dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Hanya saja dalam penyampaiannya, pengarang sering mengemasnya dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan moral bagi kehidupan manusia.
Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Meskipun demikian, karya sastra yang diciptakan pengarang kadang-kadang mengandung subjektivitas yang tinggi.
Imajinasi yang tertuang dalam karya sastra, meski dibalut dalam semangat kreativitas, tidak luput dari selera dan kecenderungan subjektif, aspirasi, dan opini personal ketika merespons objek di luar dirinya, serta muatan-muatan khas individualistik yang melekat pada diri penulisnya sehingga ekspresi karya bekerja atas dasar kekuatan intuisi dan khayal, selain kekuatan menyerap realitas kehidupan. Itulah sebabnya di dalam sebuah cerita, cerpen atau novel, seorang pengarang sering mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat. Dengan harapan para pembaca dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut.
Pada dasarnya isi sebuah karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Sangat beragam perilaku manusia yang bisa dimuat dalam cerita. Kadang-kadang hal ini terjadi perulangan jika diamati secara cermat. Pola atau keterulangan inilah yang ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu seperti gejala kejiwaan, sosial, dan masyarakat. Sebagai misal perilaku yang berhubungan gejala kejiwaan yaitu fenomena frustrasi atau kekecewaan (anxienty). Pemahaman fenomena frustrasi ini dapat dilakukan dengan mengadakan pendekatan psikologis.
Novel atau cerpen sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia (tokoh). Realita sosial, realita psikologis, realita religius merupakan terma-terma yang sering kita dengar ketika seseorang menyoal novel sebagai realita kehidupan. Secara spesifik realita psikologis sebagai misal, adalah kehadiran fenomena kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika merespons atau bereaksi terhadap diri dan lingkungan. Sebagai contoh, penampakan gejala jiwa dapat penulis temui di dalam novel Nayla oleh Djenar Maesa Ayu. Tokoh utama “Nayla” adalah seorang perempuan muda, yang harus meninggalkan ibunya sejak berumur 13 tahun untuk belajar hidup mandiri. Nayla, demikian nama tokoh utama cerita, mengalami rasa kecewa ketika ia teringat dengan sosok ibunya yang menjebloskan dirinya ke rumah Perwawatan Anak Nakal dan Narkotika. Sejak itu ia menjadi frustrasi. Ia meninggalkan ibunya dan belajar hidup mandiri. Dalam menjalani kehidupan, Nayla mulai berhadapan dengan berbagai konflik/pertentangan batin, baik pertentangan terhadap dirinya sendiri maupun reaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Di dalam diri tokoh kadang-kadang timbul persepsi negatif tentang makna kehidupan. Dari berbagai fenomena yang dialami oleh tokoh cerita, muncul kekuatan mental dan pemahaman baru tentang cara memaknai kehidupan. Karena terus dirundung berbagai konflik, akhirnya telah menghasilkan perubahan sikap pada sang tokoh cerita. Ia akhirnya larut dalam kehidupan malam, bekerja sebagai penata lampu di sebuah nite club. Apa yang dilakukan oleh Nayla, sang tokoh cerita adalah sebagai bentuk pelarian dari lingkungan keluarga sehingga lama kelamaan ia hanyut dalam lingkungan yang baru yang serba gemerlapan yang kini selalu menghantui hidupnya.
Novel Nayla karangan Djenar Maesa Ayu sangat menarik bila dikaji dengan pendekatan psikologis, khususnya dalam analisis frustrasi. Novel ini mempunyai kelebihan di antaranya ialah tokoh utama cerita ternyata mampu dan tegar menghadapi berbagai fenomena hidup meskipun di dalamnya banyak terjadi konflik. Di lain pihak, melalui tokoh cerita pengarang ingin menyampaikan pesan moral kepada pembaca bahwa pentingnya orang tua memberikan pendidikan yang baik kepada anak. Hanya saja pada akhir cerita, pengarang tidak memberikan penilaian bahwa apa yang diperbuat oleh sang tokoh cerita merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap susila agama sehingga apa yang diperbuat oleh sang tokoh cerita semata-mata akibat dari rasa frustrasi dan kecewa yang berat dengan kedua orang tuanya.

  1. RUMUSAN MASALAH
  1. Apa yang dimaksud dengan feminisme?
  2. Bagaimanakah kandungan feminisme dalam novel Nayla?
  3. Apa sajakah gaya bahasa yang terdapat dalam novel Nayla?

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Hakikat Feminisme
1.      Pengertian Feminisme
a.       Feminisme adalah suatu aliran yang membicarakan bahwa wanita bisa melakukan semuanya tanpa lelaki atau kemampuan wanita mampu mengalahkan lelaki.
b.      Feminisme adalah sebuah keyakinan bahwa tidak ada perbedaan seks, yaitu menentang adanya posisi hierarki yang menyebabkan posisi superior dan inverior diantara jenis kelamin.
c.       Feminisme adalah menggugat perbedaan yang mencampuradukkan seks dan gender sehingga perempuan dijadikan sebagai kelompok tersendiri dalam masyarakat.
Pada dasarnya tujuan dari feminisme adalah menyamakan kedudukan atau derajad perempuan dan laki-laki. Feminisme memperjuangkan kemanusiaan kaum perempuan, memperjuangkan perempuan sebagai manusia merdeka secara utuh. Nilai-nilai yang terkandung dalam feminisme yaitu pengetahuan dan pengalaman personal, misalnya antara perempuan berkulit putih dan hitam tentu saja akan berbeda.
Kemudian rumusan tentang diri sendiri, yaitu perempuan berhak merumuskan tentang dirinya. Dan selanjutnya adalah kekuasaan personal, yaitu perempuan memiliki kekuasaan atas dirinya dan segala yang ia punya baik pikiran, perasaan, dan tubuhnya. Berikutnya adalah otentitas bahwa feminisme menghormati keadilan. Sedangkan kreatifitas berarti bahwa feminisme adalah proses mengusung nilai-nilai perjuangan baru yang luas dan terbuka. Dan yang terakhir personal is political apabila kita memahami antara sosialitas dan subyektifitas politik situasi perempuan, maka juga akan memahami penulisan, tema, genre, dan struktiur penulis wanita. Selain itu ada pula kritik sastra feminis psikoanalitik yang biasanya ditempatkan pada tulisan wanita karena tokoh wanita biasanya merupakan cerminan penciptanya.

  1. Feminisme yang Terkandung dalam Novel Nayla dan Majas yang Digunakan Penulis.


Halaman 5
  1. Otak laki-laki memang kerdil. Senggama bagi mereka hanya berkisar diseputar kekuatan otot vagina.
Dari kutipan tersebut tergambarkan bahwa pikiran bejat laki-laki.
Bermajas sarkasme.

  1. Mereka mengira saya perawan. Padahal hati saya yang perawan, bukan vagina saya. Meskipun usia saya masih muda.
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa seorang perempuan yang sudah tidak perawan secara lahir tetapi dia masih perawan secara batin.
Bermajas metonomia

Halaman 6
  1. Lebih baik saya memilih mencintai Juli ketimbang laki-laki yang menginginkan  selaput dara saja.
Dari kutipan tersebut tergambarkan seorang wanita yang lebih nyaman menjalin kasih sayang dengan sesama perempuan dari pada berhubungan dengan laki-laki yang hanya mementingkan mitos keperawanan.
Bermajas metafora.

  1. ”Akan kubuktikan kepadanya, anakku, bahwa aku bisa berdiri sendiri tanpa perlu ia mengulurkan tangan.”
Dari kutipan tersebut terdapat sebuah keinginan seorang wanita khususnya yang tergambar disana adalah seorang istri yang bertekat untuk dapat mencukupi hidup dan kehidupannya tanpa bergantung sepenuhnya pada suami. Hal tersebut menunjukkan keinginan wanita untuk dapat menyetarakan gender dengan pria dalam hal pemenuhan kebutuhan  hidup secara mandiri dan tidak selalu mengharapkan bantuan dari kaum pria.
Bermajas klimaks.

  1. ”Ia menyakiti kita dengan tidak mengakui janin yang kukandung adalah keturunannya.”
Dari kutipan tersebut tergambarkan bagaimana bejatnya seorang laki-laki yang telah bercinta dengan perempuan sehingga perempuan itu hamil tapi tak mau mengakui perbuatannya. Begitu tak adilnya, begitu tragisnya kehidupan perempuan. Begitu kejamnya laki-laki.
Bermajas sarkasme

  1. ”Aku yang merawatmu dengan penuh ketegaran sejak kamu berada dalam kandungan. Aku yang membesarkanmu dengan penuh ketegaran. Aku menafkahimu. Aku menafkahimu. Aku memberimu tempat berteduh yang nyaman. Aku menyediakanmu segala kebutuhan sandang dan pangan.”
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa perempuanpun sanggup menjalani tugas laki-laki sebagai ayah yang membuktikan bahwa perempuan itu tidak lemah.
Bermajas klimaks
Halaman 7
  1. Selamanya kamu hanya akan menjadi bulan-bulanan laki-laki.
Dari kutipan tersebut tergambarkan mitos yang berlaku di masyarakat bahwa wanita yang tidak memiliki bekal hidup mental, fisik, dan pengetahuan akan mudah dijajah oleh laki-laki.
Bermajas Hiperbola
Halaman 8
  1. Akan ada banyak laki-laki seperti ayahmu yang kelak mencampakkanmujika kamu tak sekuat dan sepandai aku.
Kutipan tersebut menunjukkan adanya perilakuan yang sewenang-wenang dari laki-laki kepada perempuan. Dalam hal ini berkaitan dengan kesetiaan seorang suami kepada istrinya dan perlakuan yang tidak senonoh yang dilakukan seorang ayah kepada anak perempuannya. Akan tetapi sosok perempuan yang tampak dalam kutipan tersebut mencoba menghadapi dan mengantisipasi segala kemungkinan dengan sikap yang ia miliki sebagai seorang perempuan atau istri yaitu mencoba untuk kuat dan pandai mencari kebahagiaan untuk dirinya meskipun bukan dari suaminya. Dengan keberhasilan dalam kepandaiannya memperoleh kebahagiaan tersebut menunjukkan bahwa perempuan juga mampu bermain – main dalam hal kesetiaan.
Bermajas aliterasi, apofasis
Halaman 21
  1. Hampir tiga bulan saya terkurung dalam barak itu, hanya melakukan upacara pagi, menjahi, mencuci, mengepel, dan menyapu. Heran, kenapa cuma keterampilan itu yang mereka bekali ke perempuan.
Dari kutipan tersebut menjelaskan dahulu perempuan itu hanyalah orang yang bertindak didapur saja walaupun perempuan itu sudah berpendidikan tetapi akhirnya juga akan didapur juga.
Bermajas Litotes
Hal 39-41
  1. Ibu tinggal memasak dan meyediakan hidangan khusus.
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa tugas seorang perempuan hanyalah memasak didapur dan menyediakan hidangan khusus (melayani suami).
Bermajas Tautologi
  1. Gimana kamu bisa ngatur orang lain kalau ngatur diri kamu sendiri aja gak bisa. Tidur kurang. Ngerokok gak berhenti. Aku udah bilang berkali-kali, perempuan harus bisa rawat diri.
Dari kutipan tersebut menjelaskan sebagai seorang perempuan hendaknya bisa merawat diri, mengatur diri demi kebaikan diri sendiri.
Bermajas Sarkasme
Halaman 54-55
  1. Saya rindu ibu. Tapi saya tau, pasti ini bukan saatnya cengeng-cengengan. Seperti ibu bilang, kita harus kuat jika ingin bertahan.
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa perempuan harus kuat menjalani asam garam kehidupan tidak mudah menangis dan putus asa.
Kalimat tersebut tidak mengandung majas atau bersifat denotatif.
Halaman 77
  1. Tapi bisa jadi Anda tak bisa menjawab. Karena Anda tidak tahu. Kenapa bisa tidak tahu? Karena Anda perempuan. Kenapa kalau perempuan tidak tahu? Karena alat kelamin perempuan tidak seperti alat kelamin laki-laki.
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa dimasyarakat perempuan itu terlalu banyak batasan tidak boleh ini itu padahal perempuan dan laki-laki itu sama hanya berbeda pada jenis kelamin tidak ada perbedaan yang bisa membatasi untuk hal-hal yang seharusnya perempuan juga bisa.
Bermajas Inuendo
Halaman 78-79
  1. ”Persoalannya tak hanya sebatas perbedaan alat kelamin. Tapi represi terhadap alat kelamin perempuan telah membuat mereka kesulitan mengenali tubuhnya sendiri. Persoalannya tak hanya sebatas perbedaan alat kelamin. Tapi mitos!”
Dari kutipan tersebut, penulis ingin mengngkat bahwa di masyarakat kita terjadi mitos seperti itu. Mitos bahwa
Bermajas Eksklamatio
  1. Bagaimana perempuan bisa menikmati hubungan seksual jika  sejak awal mereka sudah ditakut-takuti oleh mitos keperawanan? Sejak awal mereka sudah dibodohi secara massal bahwa hubungan seksual dihari pertama sakitnya tak terkira akibat robeknya selaput dara. Jika selaput dara sobek, vagina mengeluarkan darah. Itulah bukti kesucian yang harus dijaga sampai tiba saatnya malam pertama. Padahal kenyataannya, banyak sekali perempuan yang vaginanya tidak mengeluarkan darah ketika pertama kali melakukan hubungan seksual. Bahkan banyak yang tidak merasakan sakit seperti informasi yang mereka terima. Selain itu, selaput dara tidak hanya robek akibat hubungan seksual. Hal-hal kecil seperti mengendarai sepeda atau menari ballet sekalipun bisa mengakibatkan selaput dara pecah.Tak heran masih banyak orang tua yang tidak setuju putrinya ikut les tari ballet, karena takut putrinya tak lagi suci dimalam pengantin.
Dari kutipan tersebut menjelaskan betapa menyedihkannya kehidupan seksual perempuan, selalu dijadikan objek, selalu keperawanan yang dijadikan patokan kesucian perempuan dan kepuasan laki-laki.
Bermajas Simbolik
  1. Akhirnya perempuan berusaha keras mengatasi kelebihan cairan dan kelenturan otot vagina. Mereka minum jamu. Mereka ikut senam seks dan body language. Mereka memasukkan tongkat madura kedalam vagina sebelum melakukan hubungan seksual selama lima menit. Mereka merendam vagina kedalam air daun sirih. Dan paling parah dari semua itu, perempuan takut terangsang. Perempuan menahan rangsangan supaya bisa”mengelabui” reaksi tubuh agar vagina tak terlalu mengeluarkan banyak cairan. Alhasil, perempuan melakukan apapun hanya untuk dinikmati tanpa diberi kesempatan untuk menikmati.
Dari kutipan tersebut menjelaskan betapa sulit dan seriusnya perempuan dalam melakukan sesuatu untuk membahagiakan laki-laki tetapi perempuan tidak pernah mendapatkan kebahgiaan yang seharusnya ia dapatkan dari laki-laki. Selalu perempuan yang mengorbankan hati dan perasaan bagi laki-laki.
Bermajas Klimaks
Halaman 82

Halaman 84
  1. Karena Anda perempuan. Kenapa perempuan tidak bisa mengatakan kebenaran? Karena perempuan tidak dibiarkan tahu kebenaran.
Kutipan tersebut memberikan gambaran bahwa perempuan tidak dibiarkan tahu kebenaran, karena biasanya yang berhak untuk mengetahui kebenaran secara bebas adalah laki-laki.
Bermajas Inuendo



Halaman 85
  1. Syarat-syarat menjadi perempuan yang mudah mendapat laki-laki sudah merakyat secara turun menurun.Bahwasannya perempuan harus perawan, harus pandai mengatur keuangan, harus sabar, harus bisa memasak, harus bisa memberi keturunan, harus pandai memuaskan suami diranjang.
Dalam kutipan tersebut tampak bahwa adanya tuntutan tentang kriteria yang harus dipenuhi wanita jika ingin menjadi seorang istri, yang memosisikan wanita dalam posisi yang sangat pelik. Seolah-olah wanita sebagai satu-satunya penentu ketuntasan seluruh urusan rumah tangga. Adanya kriteria-kriteria yang tersebut dalam kutipan di atas menunjukkan adanya perbedaan gender yang sangat jelas antara wanita dan pria. Pria selalu diposisikan dalam keadaan yang serba simpel, enak, dan seolah mendominasi wanita.
Bermajas Repitisio

Halaman 86
  1. Anak-anak perempuan di bawah umur yang tidak diberi pembelajaran tentang seks dan tidak pernah mengetahui fungsi alat kelamin, dengan mudah ditipu oleh pelaku pelecehan seksual dengan mengatakan penisnya adalah permen loli.
Dari kutipan tersebut menjelaskan perempuan yang dibodohi karena tidak mendapatkan pendidikan seks yang penting untuk menjaga dirinya.
Kalimat tersebut tidak mengandung majas atau kalimat denotatif

  1. Vagina adalah neraka dan penis adalah setan.
Dari kutipan tersebut, tersirat bahwa antara vagina dengan penis merupakan pasangan.
Bermajas sarkasme

Halaman 90
  1. Nayla menerkam Ben. Menghajar mukanya. Menjambak rambutnya. Ben mempertahankan diri dengan memegangi tangan Nayla. Nayla semakin brutal. Digigitnya tangan Ben, berusaha melepaskan pegangan tangannya. Pegangan tangan Ben terlepas. Nayla meraih botol bir dan memecahkannya lalu mengacungkannya ke depan muka Ben.
Dari kutipan tersebut menjelaskan perempuan yang berusaha membela diri agar tidak dilecehkan oleh laki-laki.
Bermajas Klimaks

  1. Saya perempuan, tapi saya tidak lebih lemah daripada laki-laki.
Dari kutipan tersebut tergambar sosok perempuan yang tidak ingin dicap lemah. Perempuan tidak lebih lemah dari laki-laki. Perempuan juga sejajar dengan laki-laki.
Bermajas metafora.

  1. Karena, saya tidak mengisap puting payudara ibu. Saya mengisap penis ayah. Dan saya tidak mengisap air susu ibu. Saya mengisap air mani ayah.
Dari kutipaan tersebut menjelaskan perempuan yang tidak menukmati kasih sayang ibu dan merasakan kekejaman seorang ayah.
Bermajas Tautologi

Halaman 95
  1. ”Ibu bisa menjadi seorang ibu sekaligus ayah.”
Dari kutipan tersebut digambarkan betapa hebatnya seorang ibu. Seorang ibu yang sanggup pula menjadi sosok/ seorang ayah, perempuan yang bisa kuat, sama dengan laki-laki.
Bermajas Repitisio
  1. Sebagai seorang peragawati ternama di jamannya, ibu mampu membagi waktu antara pekerjaan dan mengurus rumah.
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa perempuan itu bisa mengatur waktu tidak hanya bisa mengurus rumah tapi juga bisa bekerja mencari nafkah.
Kalimat tersebut tidak mengandung majas atau termasuk kalimat denotaif

Halaman 111
  1. Ibu memang orang yang kuat. Tak akan pernah saya sekuat Ibu.
Dari kutipan tersebut menjelaskan perempuan bukanlah kaum yang lemah, perempuan juga bisa kuat seperti laki-laki. Perempuan bukanlah kaum yang lemah yang bisa dijajah lai-laki.
Bermajas Litotes

  1. Saya tak pernah melihat Ibu begitu mencintai laki-laki seperti ia mencintai Om Indra.
Dari kutipan tersebut menjelaskam bahwa seorang perempuan memiliki hati yang begitu mulia, ia akan menyerahkan jiwa raga serta perasaannya jika sudah menemukan pilihyan hatinya.
Bermajas Asosiasi
  1. Saya tak merasakan apa-apa. Vagina saya sudah terbiasa dengan tusukan peniti Ibu dulu yang walaupun lebih kecil namun lebih tajam dan tidak dimasukkan pada tempatnya sehingga sakitnya melebihi penis Om Indra yang merasuk kuat kedalam lubang vagina saya.
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa perempuan itu memiliki perasaan yang lebih senditif dari laki-laki, apabila perempuan disakiti ia akan terus mengingat rasa sakit itu terus dan akan susah untuk melupakannya.
Bermajas Hiperbola


BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
            Melalui kutipan di atas dapat kita simpulkan bahwa dukungannya terhadap feminisme dan peran serta kedudukan tokoh perempuan dalam novel Nayla menurut perspektif feminisme adalah sebagai berikut:
a) Kedudukan Nayla sebagai anak. Peran yang dilakukannya, yaitu mematuhi orang tua, memunculkan sisi kuat dari dalam dirinya, dengan harapan agar menutupi kelemahannya sebagai perempuan, tentunya karena tidak ingin dikatakan sebagai perempuan lemah.
b) Kedudukan Nayla sebagai penulis novel. Peran yang dilakukannya, yaitu ingin membuktikan kepada ibunya bahwa dirinya bukanlah sosok perempuan yang lemah. Selain itu juga ingin membuktikan bahwa penulis perempuan tidak kalah hebat jika di banding dengan penulis laki-laki.
Deskripsi nilai-nilai edukatif yang terdapat dalam Novel Nayla adalah nilai religius, nilai moral, nilai estetis dan  nilai sosial.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun Moralitas Mahasiswa sebagai Calon Guru yang Berkarakter Kuat dan Cerdas

BAB I PENDAHULUAN A.             Latar Belakang Setelah Hirosima dan Nagasaki hancur ketika dikirimi paket bom atom oleh Amerika Serikat pada tahun 1942, pertanyaan pertama yang mengusik kegundahan Kaisar Hirohito (Kaisar Jepang pada waktu itu) adalah masih berapa banyak guru dan tenaga kesehatan yang masih selamat dari pemboman tersebut? Peristiwa tersebut setidaknya membawa pesan univesal betapa pentingnya guru dan tenaga kesehatan bagi suatu bangsa, sehingga dalam peristiwa katastropis, perhatian pertama seorang pemimpin bangsa adalah tentang nasib para guru dari bangsa tersebut. Bangsa Indonesia berada pada titik nadir akan kehilangan jati dirinya, peradaban bangsa yang luhur telah hilang entah kemana. Siapa yang bertanggung jawab atas kemrosotan ini? Bangsa yang dulu dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban yag tinggi dan sekarang hilang entah kemana. Bahkan sekarang tergantikan dengan bangsa yang terkenal dengan budaya korupsinya, bangsa yang tidak memiliki kepr

PERKEMBANGAN BAHASA DAN MASA DEPAN BANGSA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hampir semua bidang ilmu yang ada termasuk ilmu bahasa (linguistik) mengikuti perkembangan mengikuti waktu yang terus berjalan tanpa henti. Hanya saja ada bidang ilmu tertentu yang perkembangannya sangat pesat, seperti teknologi elektronika dan komputer, dan ada juga bidang ilmu lain yang perkembangannya lebih lambat. Ilmu bahasa termasuk salah satu cabang ilmu humaniora   yang perkembangannya agak lambat. Perkembangan ilmu bahasa ini memberikan manfaat sekaligus tantangan bagi para pengajar bahasa dan para mahasiswa bahasa.Bagi para pengajar bahasa, perkembangan ilmu bahasa memberikan wawasan yang semakin luas tentang teori, aspek dan hakikat bahasa. Dengan demikian, semakin dalamnya pemahaman para pengajar bahasa tentang bermacam-macam teori ilmu bahasa, semakin terbuka wawasan dan pengertiannya tentang aspek dan hakikat bahasa termasuk proses pemerolehan bahasa, pembelajaran bahasa, dan bagaimana cara pengajaran bahasa yang rel